Archives

Pemprov Usulkan PTT Masuk Kuota CPNS

MAMUJU -- Penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) Pemprov Sulbar mengakomodasi sekitar 688 orang. Termasuk di dalamnya 298 tenaga pegawai tidak tetap (PTT) yang telah mengabdi. Pengusulan PTT itu dilakukan pemprov sebagai bagian dari upaya mengakomodasi secara bertahap sekira 913 tenaga PTT tersisa.

Walau demikian, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Sulbar, Tahir Kuraiseng mengatakan, penetapan itu belum jelas. BKDD masih harus mengkonsultasikan lebih lanjut dengan Menpan. "Sebelumnya, kita pertemuan dulu dengan kabupaten membahas kebutuhan formasi CPNS," ujar Tahir di sela-sela ujian seleksi penerimaan IPDN Sulbar, Kamis 23 Juli.

Konsultasi dimaksud termasuk di dalamnya pada persoalan penerimaan CPNS tenaga teknis alumni Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dia menegaskan, hal itu telah diajukan berdasarkan arahan Menpan yang memberi kewenangan daerah masing-masing menerima tenaga teknis sesuai kebutuhan. Sulbar menurut dia, sejauh ini masih butuh tenaga teknis.

"Kenapa sekolah kejuruan karena yang kita butuhkan mereka yang siap kerja. Ini bukan diskriminasi dengan sekolah umum," ujarnya. Walau belum ada kejelasan sepenuhnya soal formasi dan kualifikasi penerimaan CPNS, namun Tahir menjanjikan paling tidak sepekan ke depan, penetapan formasi secara rinci sudah bisa diketahui. Termasuk rencana proses seleksinya. sumber FAJAR

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Kuota CPNS Mamuju 535 Orang

MAMUJU -- Tahun ini, Pemkab Mamuju memperoleh kuota 535 orang calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2009. Rinciannya, jalur umum sebanyak 222 orang, honorer (286 orang), dan sekretaris desa (sekdes) sebanyak 27 orang.

"Jumlah itu sesuai izin prinsip melalui keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan)," ujar Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Mamuju, HM Amin Jasa, Rabu 22 Juli.

Dibanding tahun lalu, kali ini kuota yang diterima Pemkab Mamuju berkurang. Khusus formasi umum terdiri atas tenaga guru sebanyak 84 orang, kesehatan (96 orang), dan teknis sebanyak 42 orang. Namun demikian, secara umum Amin mengaku belum bisa membeberkan secara rinci kualifikasi pembagian CPNS tersebut.

"Misalnya guru harus bidang studi apa, kemudian tingkat SD, SMP atau SMA. Begitu juga dengan dokter. Belum ada spesifikasi," bebernya. Menurut dia, kuota tersebut didasarkan perhitungan secara nasional dengan pertimbangan jumlah penduduk dan luas wilayah daerah bersangkutan.

Rencananya, akhir bulan ini, dia ke Jakarta lagi mempertanyakan persoalan CPNS tersebut. Setelah berkoordiansi dengan dinas terkait dalam menentukan pembagian kuota. Berbeda dengan penerimaan CPNS pemprov yang masih menerima lulusan SMA dan sederajat. Tahun ini, pemkab hanya mengakomodir alumni strata satu (S1) dan setingkat diploma.

Amin menyatakan hal itu didasarkan atas perimbangan masih banyak tenaga kontrak yang berijazah SMA atau sederajat. Selain itu, sejak dua tahun lalu, pemkab juga telah mengusulkan tenaga lulusan SMA. "Sayang usulan itu selalu ditolak Menpan," ujarnya. (nur)sumber FAJAR

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

7.650 Akta Kelahiran Selama Enam Bulan

POLEWALI -- Sejak Januari hingga akhir Juni 2009, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (KCS) Polewali Mandar (Polman) menerbitkan 7.650 akta kelahiran (AK). Dokumen kependudukan tersebut, paling banyak diterbitkan Juni, April, dan Mei dengan dominasi akta kelahiran anak usia di bawah 18 tahun.

Kepala Dinas (Kadis) KCS Polman, Mudjtahid, Senin 20 Juli mengaku terus berusaha meningkatkan pelayanan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil melalui berbagai kegiatan. Khusus pelayanan kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga (KK) dan AK lanjutnya, pegawai KCS mendatangi kantor kecamatan.

Bahkan desa menggelar pelayanan langsung ke masyarakat yang disebut program "Jemput Bola."
Melalui kegiatan itu menurut dia, terdata cukup banyak penduduk yang tidak memiliki atau dokumen kependudukan lengkap. "Kita membuka pelayanan di lapangan, masyarakatpun cukup antusias," ujar Mudjtahid seperti disampaikan Kabag Humas Pemkab Polman, M Danial, Senin 20 Juli.

Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pencatatan Sipil Dinas KCS, Agusnia Hasan Sulur, penerbitkan AK tahun ini ditargetkan sedikitnya 60.000 lembar. Bahkan dalam waktu dekat ini, diluncurkan pula pelayanan KTP dan KK gratis sebagai pelaksanaan peraturan daerah (perda) tentang pengelolaan dan pelayanan administrasi kependudukan.

Dalam menyambut peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke 64 di Kabupaten Polman, Dinas KCS melakukan lomba kelengkapan dokumen administrasi kependudukan antarkepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Mudjtahid menyebutkan dokumen kependudukan yang dibutuhkan, di antaranya KTP, KK, akta kelahiran, dan akta nikah kepala SKPD dan anggota keluarganya. Kalau ada anggota keluarga yang sudah meninggal, maka akta kematian yang dimiliki akan menjadi penilaian tersendiri. Penilaian kelengkapan dokumen kependudukan kepala SKPD jelasnya, untuk mendapatkan penghargaan Bupati Polman. (jai)sumber FAJAR

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Cara Proteksi Flash Disk Dari Virus

Pada umumnya virus menyebar dengan berbagai cara dan media, salah satuya penyebaran dan penularan virus melalui media flash disk. Biasanya virus tercopy pada saat proses tranfer data dari Komputer yang terinfeksi, tapi yang berbahaya lagi virus yang mampu menanam file virus dan menginfecsi file pada flash disk dan sekaligus membuat file auto run pada flash disk kita.

Sehingga pada saat flash disk dicolokin atau terhubung ke pc lain virus tersebut mampu menjalankan aksinya karena file auto run ini. Antara lain virus yang akhir - akhir ini membuat heboh metode penyebarannya dengan cara demikian , seperti virus Shortcut (Virus hary Potter), virus Conficker dan banyak virus lain yang menggunakan metode penyebaran auto run ini.

Berikut Salah satu cara pencegahan agar flash disk agar tidak tertular virus yaitu dengan cara memanfaatkan salah satu fasilitas anti virus portable buatan indonesia yaitu anti virus smadav.

Salah satu fasilitas yang disediakan anti virus smadav yaitu fasilitas Smad-Lock. Dengan Smad Lock ini Maka hampir tidak mungkin virus dapat menembus dan menginfeksi Flash Disk dan file yang ada pada flash disk kita.
Kenapa demikian ? Smadav Smad-Lock akan membuat folder Δ Smad-Lock Δ dan folder autorun.inf yang terproteksi kuat pada flash disk kita. Dengan demikian virus tidak akan mampu masuk dan tidak mampu membuat file auto run untuk menggantikan atau mereplace file auto run yang dibuat oleh Smadav Smad-Lock ini.
Berikut ini langkah untuk mengaktifkan Smadav Smad Lock :

1. Download anti virus Portable SMADAV di web resmi SMADAV http://www.smadav.net/smadav.zip
2. Extrac dan Jalankan anti virus SMADAV
3. Pilih Tidak bila ada tidak ingin menjalankan fasilitas real time protection.
4. Klik menu tool dan pilih menu Smad Lock.
5. Pada daftar drive nya pilih dan beri tanda flash disk anda kemudian klik menu Lock

Setelah menjalankan hal ini maka otomatis pada Flash disk akan ada folder dengan nama Δ Smad-Lock Δ dan file auto run.inf (hidden folder file).

Tips penting agar Flash Disk dan Komputer terhindar dari virus :

* Simpanlah semua file anda pada folder Δ Smad-Lock Δ. Dan jangan merename atau menghapus folder Δ Smad-Lock Δ dan file autorun.inf (Hidden yang bergambar gembok) yang ada pada flash disk anda tersebut.

* Bila anda akan membuka atau menjalankan file pada flash disk anda terlebih dulu anda keluarkan file anda dari folder Δ Smad-Lock Δ, karena file tidak bisa dijalankan selama ada di dalam folder Δ Smad-Lock Δ.

* Matikan menu auto Run pada komputer anda. Cara ini untuk menghindarkan Computer kita dari virus yang yang mengunakan metode auto run.


Mematikan Auto run Pada Computer :

* Masuk menu Run >>> ketik gpedit.msc >>> enter >> Klik menu computer configuration >>> Administratif template >>> System >>> Doble klik pada Turn Off Autoplay >>> Pilih enable dan turn off auto play on : all drive >>> apply >> OK
* Klik menu User configuration >>> Administratif template >>> System >>> Doble klik pada Turn Off Autoplay >>> Pilih enable dan turn off auto play on : all drive >>> apply >> OK

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Sistem Administrasi Kependudukan

Gagasan menyusun suatu sistem administrasi yang menyangkut seluruh masalah kependudukan, yang meliputi pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan data-informasi kependudukan, patut menjadi perhatian untuk mewujudkannya.

Karena sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang mendukungnya masih terpisah-pisah, berjalan sendiri-sendiri tanpa ada kaitan satu dengan lainnya. Perwujudan suatu sistem memang sangat didambakan oleh masyarakat. Bahkan sebagai ciri dari penyelenggaraan negara yang modern khususnya bidang pelayanan masyarakat.
Kebutuhan yang paling dekat adalah pencatatan sipil, namun demikian belum ada yang secara otomatis dapat mengalir datanya pada pendafataran penduduk. Pada prakteknya, ternyata masing-masing masih mementingkan kepentingan sektoralnya dari pada lebih memperhatikan kepentingan bersama secara koordinatif. Sebagai contoh konkrit, data pencatatan perkawinan bagi yang beragama Islam, berhenti di KUA hanya sebagai laporan data ke Departmen Agama. Sedangkan Kantor Catatan Sipil di wilayah yang sama tidak memiliki akses dan tidak memperoleh data sama sekali dari KUA. Sehingga fungsi Kantor Catatan Sipil seolah-olah hanya berlaku bagi bukan yang beragama Islam. Demikian pula masalah perceraian yang diputus baik oleh Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam) maupun Pengadilan Negeri (bagi yang beragama lain). Data dari kedua pengadilan tersebut tidak ditransfer secara otomatis kepada Kantor Catatan Sipil. Oleh karenanya adalah wajar kalau data dari dinas kependudukan dengan BPS tidak sama.Demikian pula dalam masalah perkawinan, kematian, dan status anak. Banyak manfaat yang membawa akibat hukum bagi diri seseorang. Sebuah akta perkawinan yang diterbitkan oleh pejabat Kantor Catatan Sipil, memiliki arti yang sangat besar di kemudian hari, manakala terjadi sesuatu. Misalnya untuk kepentingan menentukan ahli waris, menentukan dan memastikan bahwa mereka adalah muhrimnya, atau dapat memberi arah ke pengadilan mana ia mengajukan cerai dan lain-lain yang tanpa disadari akta-akta tersebut sangat penting artinya bagi kehidupan seseorang. Memang tidak dapat disangkal bahwa sistem administrasi kependudukan merupakan sistem yang mengatur seluruh administrasi yang menyangkut masalah kependudukan pada umumnya. Dalam hal ini terkait tiga jenis pengadministrasian, yaitu pertama pendaftaran penduduk, kedua pencatatan sipil, dan ketiga pengelolaan informasinya. Ketiga sub sistem tersebut masing-masing memiliki pengertian dan definisi yang mampu memberikan gambaran tentang seluruh kegiatannya.Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk, disebut bahwa Pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya, perkawinan, perceraian, kematian, dan mutasi penduduk, penerbitan nomor induk kependudukan, nomor induk kependudukan sementara, kartu keluarga, kartu tanda penduduk dan akta pencatatan penduduk serta pengelolaan data penduduk dan penyuluhan. Sedangkan penduduk adalah setiap Warga Negera Indonesia (selanjutnya disingkat WNI) dan Warga Negara Asing (selanjutnya disingkat WNA) pemegang ijin tinggal tetap di wilayah negara Republik Indonesia. Jadi dari definisi tersebut, jelas yang dimaksudkan penduduk adalah setiap WNI dan WNA pemegang ijin tinggal tetap. Untuk itu guna administrasinya diselenggarakan pendaftaran penduduk.

Sedangkan nomenklatur tentang "pencatatan penduduk" seperti yang disebutkan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tersebut, sesungguhnya tidak tepat kalau diartikan sama dengan "pencatatan sipil". Kata "sipil" pada "pencatatan sipil" tidak sama artinya dengan penduduk. Pencatatan penduduk artinya data-data sebagai penduduk yang dicatatkan. Tetapi kalau "pencatatan sipil" artinya status sipilnya yang dicatatkan, karena adanya perubahan pada diri seseorang. Misalnya pencatatan atas kelahiran, artinya atas perubahan status sipilnya dari yang sebelumnya belum ada di dunia tetapi karena akibat kelahirannya ia menjadi mempunyai status dan berhak atas hak sipilnya. Demikian pula bagi pencatatan perkawinan adalah seseorang yang karena perubahan status sipilnya dari lajan menjadi berstatus kawin yang membawa akibat hukum karenanya. Sebaliknya pencatatan perceraian, ia merubah status kawin menjadi status janda atau duda yang juga membawa akibat-akibat hukum. Termasuk pencatatan kematian, akan membawa akibat dalam hubungan hukum antara yang meninggal dunia dengan anak-anak, suami atau istri dengan orang tua maupun saudara-saudaranya, dalam hal ini sering disebut-sebut sebagai ahli warisnya yang akan menerima segala warisan baik yang positif maupun yang negatif.

Dari uraian tersebut di atas, jelas bahwa Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 telah menimbulkan kerancuan dan salah kaprah sampai pada Peraturan-peraturan Daerah di beberapa daerah. Pemakaian istilah "Catatan Sipil" sudah ada sejak ordonansi-ordonansi seperti Staatsblad 1949 No. 25, atau Staatsblad 1917 No. 130 yo 1919 No. 18, atau Staatsblad 1920 No. 751 yo 1927 No. 564, atau Staatsblad 1933 No. 75 yo 1936 No. 607. Terminologi "Catatan Sipil" adalah terminologi baku secara hukum karena atas dasar pencatatan tersebut seseorang menjadi jelas status hak sipilnya. Dalam Instruksi Presidium Kabinet No. 31/U/IN/12/1966, juga tetap menggunakan istilah "Catatan Sipil". Hal tersebut menandakan bahwa status keperdataan seseorang yang dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, sebagai akibat dari adanya status seseorang.Oleh sebab itulah, maka pada tanggal 29 Desember 2006 Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Yang didalamnya sudah mulai diatur mengenai administrasi kependudukan. Pasal 1angka 1Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa:Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk, pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Hal lain yang substansial dalam UU Adminduk tersebut adalah mulai diberlakukannya Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang merupakan suatu nomor identitas Penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia. Sebagai kunci akses dalam pelayanan kependudukan, NIK dikembangkan ke arah identifikasi tunggal bagi setiap Penduduk. NIK bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh Dokumen Kependudukan.

Untuk penerbitan NIK, setiap Penduduk wajib mencatatkan biodata Penduduk yang diawali dengan pengisian formulir biodata Penduduk di desa/kelurahan secara benar. NIK wajib dicantumkan dalam setiap Dokumen Kependudukan, baik dalam pelayanan Pendaftaran Penduduk maupun Pencatatan Sipil, serta sebagai dasar penerbitan berbagai dokumen yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pendaftaran Penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi Penduduk. Pelaksanaan Pendaftaran Penduduk didasarkan pada asas domisili atau tempat tinggal alas terjadinya Peristiwa Kependudukan yang dialami oleh seseorang dan/atau keluarganya. Pencatatan Sipil pada dasarnya juga menganut stelsel aktif bagi Penduduk. Pelaksanaan Pencatatan Sipil didasarkan pada asas Peristiwa, yaitu tempat dan waktu terjadinya Peristiwa Penting yang dialami oleh dirinya dan/atau keluarganya.Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara. Dari sisi kepentingan Penduduk, Administrasi Kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Administrasi Kependudukan diarahkan untuk: pertama, memenuhi hak asasi setiap orang di bidang Administrasi Kependudukan tanpa diskriminasi dengan pelayanan publik yang profesional; kedua, meningkatkan kesadaran Penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta dalam pelaksanaan Administrasi Kependudukan; ketiga, memenuhi data statistik secara nasional mengenai Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting; keempat, mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional, regional, serta lokal; dan kelima, mendukung pembangunan sistem Administrasi Kependudukan.Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan berlujuan untuk: pertama, memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen Penduduk untuk setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh enduduk; kedua, memberikan perlindungan status hak sipil Penduduk; ketiga, menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya; keempat, mewujudkan tertib Administrasi Kependudukan secara nasional dan terpadu; dan kelima, menyediakan data Penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintrhan, pembangunan, dan kemasyarakatan.Prinsip-prinsip tersebut di atas menjadi dasar terjaminnya penyelenggaraan Administrasi Kependudukan sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang Undang Adminduk melalui penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dimaksudkan untuk: pertama,terselenggaranya Administrasi Kependudukan dalam skala nasional yang terpadu dan tertib; kedua, terselenggaranya Administrasi Kependudukan yang bersifat universal, permanen, wajib, dan berkelanjutan; ketiga terpenuhinya hak Penduduk di bidang Administrasi Kependudukan dengan pelayanan yang profesional; dan keempat, tersedianya data dan inforrnasi secara nasional mengenai Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

3 Tahun Usia UU Administrasi Kependudukan

Pada saat diundangkannya UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan RI tanggal 29 Desember 2006, perasaan pesimis dan penuh keraguan terlintas dalam benak penulis, sebab dengan diundangkannya UU ini yang terdiri dari 14 Bab dan 107 pasal dan mengatur serta mendokumentasikan segala peristiwa penting yang dialami penduduk seperti kelahiran, perkawinan, kematian dan perpindahan penduduk serta perubahan status kewarganegaraan penduduk Indonesia. Apakah akan dapat terwujud dalam tempo lima tahun sejak UU ini diundangkan? Sementara kewenangan untuk melaksanakan pendokumentasian administrasi kependudukan adalah pada tingkat Pemerintahan Kabupaten/kota. Keraguan penulis tersebut bukan tidak beralasan. Sebab kalau kita lihat dari kesadaran dan ketaatan masyarakat, serta aparat pemerintah terhadap peraturan Administrasi Kependudukan masih sangat rendah. Padahal tempat proses pendokumentasiannya masih dekat dengan masyarakat yaitu pada tingkat kecamatan. Sebagai contoh lihat saja bagaimana banyaknya masyarakat yang memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masa berlakunya sudah kadaluarsa, lihat saja bagaimana banyaknya orang meninggal dunia tidak dilaporkan oleh ahli warisnya, lihat saja bagaimana banyaknya penduduk yang bertempat tinggal di Desa A tapi memiliki KTP di Desa B, lihat saja bagaimana mudahnya aparat pemerintah menerbitkan KTP (ingat peristiwa KTP untuk mendapatkan kuota haji di provinsi tertentu, ingat peristiwa adanya KTP yang diterbitkan kepada seseorang hanya untuk memenuhi persaratan menjadi peserta Pekan Olahraga Nasional/Pekan Olahraga Daerah (PON/PORDA) dari daerah tertentu yang hingga sekarang oknum aparatnya tidak ditindak sesuai hukum yang berlaku?) Adanya kasus Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada saat Pemilu legislatif lalu, serta Dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tidak diambil dan penerima Beras Miskin (Raskin) oleh warga yang tidak pantas menerimanya, adalah indikator bahwa administrasi kependudukan kita belum jalan sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 23 Tahun 2006. Dan adanya keluhan masyarakat Kecamatan Paliyan Gunungkidul Yogyakarta yang terungkap dalam mass media cetak, adalah merupakan bukti bagaimana repotnya menyampaikan dan mendapatkan dokumen kependudukan dari dan kepada pemerintah. Penulis dapat memastikan bahwa masyarakat di luar Daerah Istimewa Yogyakarta merasakan lebih repot menyampaikan dan mendapatkan dokumen kependudukan, karena jauhnya jarak yang harus ditempuh. Untuk mendapatkan dan mewujudkan dokumen Administrasi Kependudukan yang valid, pemerintah harus mengambil langkah antara lain :Pertama, pemerintah bersama DPR harus secepatnya mengadakan perubahan/revisi terhadap UU No. 23/2006 khususnya pasal-pasal yang mengatur tentang kedudukan dan keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) instansi Pelaksana dari tingkat Kecamatan menjadi Tingkat Kelurahan/Desa diseluruh Indonesia, dan ditiap kantor Kedutaan untuk luar negeri.Kedua, pemerintah harus menempatkan petugas yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan mampu menggunakan peralatan Teknologi Informasi/internet pada setiap UPTD Instansi Pelaksana sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23/2006.Ketiga, pemerintah harus menyediakan perangkat lunak untuk terwujudnya Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).Keempat, pemerintah harus mengangkat para ketua Rukun Tetangga (RT) untuk menjadi Pegawai Tidak Tetap (PTT) dengan honor sebesar UMR setempat yang dialokasikan dari APBN dan APBD. Serta diberi tugas dan tanggung jawab untuk mendata, mendokumentasikan dokumen kependudukan warga, diberi wewenang untuk menjadi Penyidik Pembantu Pagwai Negeri Sipil dalam wilayahnya sendiri. Kelima, penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Administrasi Kependudukan harus benar-benar dijalankan.Keenam, meningkatkan kegiatan sosialisasi UU No. 23/2006.Ketujuh, alangkah baiknya dokumen-dokumen kependudukan yang telah ditentukan dalam pasal 58 ditambah sehingga dokumennya semakin lengkap, yaitu memuat tentang gaji/ penghasilan pokok dan tentang kekayaan barang tak bergerak. Dengan mengambil langkah-langkah tersebut diatas, penulis yakin Administrasi Kependudukan di negara kita tercinta ini akan valid serta dapat dipertanggungjawabkan dan dijadikan data untuk mengambil kebijaksanaan dalam pelayanan publik dan pemabangunan sektor lain sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 23/2006. Negara yang mempunyai data Administrasi Kependudukan yang valid akan mempermudah pemerintahannya untuk membuat program kerjanya dan pasti berhasil, sebaliknya negara yang Administrasi Kependudukannya tidak tertata dan semrawut pastilah program kerjanya dan hasilnya akan semrawut dan gagal, atau sebaliknya menjadi Tidak Tepat Guna. Akhirnya dengan memperhatikan kejadian-kejadian dan kelemahan yang ada seputar data/ dokumen kependudukan Indonesia, seperti adanya kasus DPT, adanya BLT yang diterima oleh orang mampu, adanya Raskin yang diterima oleh perangkat desa bahkan PNS (Miskin Akibat Mental), adanya penerimaan kompor gas oleh orang kaya yang telah mempunyai gas sebelumnya.

Penulis ingin menyampaikan harapan kepada Capres dan Cawapres yang nantyi terpilih agar memberi perhatian terhadap pelaksanaan UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan ini. Sehingga terwujud program pemerintah yang Tepat Guna dengan biaya seefisien mungkin.

(Penulis Advokat di Yogya) Dikutip dari Harian Kedaulatan Rakyat, Yogya (22/6/09)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Poligami Menyulitkan Pembangunan Database Kependudukan


Jakarta - Poligami dan aliran kepercayaan dinilai menyulitkan pembuatan database administrasi kependudukan (adminduk). Seharusnya dibuat peraturan khusus untuk membatasi poligami. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Sayuti Asyathri dalam workshop 'Sosialisasi UU Adminduk, Pemanfaatan, dan Registrasi Kependudukan Terkait dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan'.
"Jika seorang laki-laki mempunyai sepuluh isteri kan nggak mungkin dia tercatat 10 kali sebagai kepala keluarga di 10 kartu keluarga. Hal ini akan menyulitkan pendataan jumlah kepala keluarga di Indonesia," kata Sayuti. Sayuti mengaku DPR memang kecolongan karena masih ada orang-orang yang tercatat dua kali sebagai kepala keluarga di kartu keluarga. Seharusnya sekarang dibuat peraturan khusus untuk membatasi poligami. Sedangkan mengenai aliran kepercayaan, lanjut Sayuti, memang diputuskan bukan menjadi agama. Namun pemerintah membuat dua rencana untuk melindungi hak-hak mereka yang menganut aliran kepercayaan.
Rencana tersebut adalah dalam 5 tahun ke depan pemerintah akan membuat perpanjangan tangan Kantor Catatan Sipil hingga tingkat kecamatan. Hal ini dilakukan agar orang-orang di daerah terpencil dapat memiliki akta tanpa harus ke kota atau ke kabupaten. Yang kedua adalah paling lambat 6 bulan sejak disahkannya UU Adminduk, pemerintah wajib membuat peraturan tentang tata cara pengesahan perkawinan dan pencatatan agama dari aliran kepercayaan

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Pengelolaan Kependudukan untuk Kemajuan Daerah

Pelayanan administrasi kependudukan oleh masyarakat masih dianggap rendah akuntabilitasnya, responsivitas, dan efisiensinya. Banyaknya keluhan masyarakat terutama menyangkut masih lama proses dan biaya yang dibebankan lebih dari yang distandarkan. Untuk menjawab keluhan dari masyarakat tersebut perlu ada perubahan mengenai peraturan. Dengan demikian, pengelolaan kependudukan akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kemajuan suatu daerah, dan memberikan dampak yang sangat buruk jikalau tidak dikelola dengan baik. Pengelolaan kependudukan bertujuan untuk membuat masyarakat nyaman untuk bertempat tinggal di suatu kawasan. Semakin padat atau tinggi pertumbuhan penduduk akan berpengaruh terhadap standar hidup, tingkat pengangguran, sosial, budaya dan juga ekonomi. Sebagai lembaga pelayan publik, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mempunyai tugas sangat berat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan pengelolaan kependudukan. Dengan terbitnya Permendagri 28 tahun 2005 merupakan tonggak sangat penting untuk memulai pengelolaan kependudukan secara lebih profesional. Keterlibatan masyarakat juga mempunyai peranan sangat penting. Sebagai ilustrasi bagaimana pun baiknya manajemen pengelolaan kependudukan, kalau tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat untuk tertib administrasi kependudukan akan merupakan pekerjaan yang sia-sia. Salah satu bentuk pengelolaan kependudukan adalah dengan melaksanakan tertib administrasi kependudukan yang implementasinya seperti mengadakan razia KTP di tempat keramaian ataupun ke tempat yang diindikasikan potensi terjadi banyak pelanggaran kependudukan. Hal ini untuk memberikan shock therapy kepada masyarakat bahwa identitas kependudukan sangat penting, karena merupakan bukti diri (legitimasi) otentik bagi penduduk WNI ataupun WNA bahwa seseorang diakui sebagai penduduk di suatu daerah. Permendagri ini dalam pengelolaan identitas kependudukan mengisyaratkan penggunaan SIAK (sistem informasi administrasi kependudukan). Intinya adalah penggunaan NIK (nomor induk kepegawaian) secara nasional sehingga jikalau terjadi mobilitas kependudukan NIK ini mereka bawa, NIK ini bersifat unik yang masing-masing orang tidak akan sama dan dibawa sampai meninggal. Konsep penggunaan NIK mengacu seperti SIN (single identy number) yang di Amerika biasa disebut SSN (social security number). NIK ini bisa sangat bermanfaat jika sistem informasi kependudukannya dilaksanakan secara on line di seluruh Indonesia. Sebagai ilustrasi kalau seorang berkeinginan pindah ke suatu tempat maka cukup dengan mengetahui NIK, secepat itu akan diketahui kebenaran data yang diambil di pusat data Depdagri. Tantangan Terberat Dalam pengelolaan kependudukan kendala-kendala yang sering ditemui antara lain masih lemahnya sumber daya manusia pengelola kependudukan terutama di tataran bawah yang merupakan ujung tombak pengelola kependudukan. Kesadaran masyarakat untuk melaporkan peristiwa penting kependudukan seperti lahir, mati, pindah, datang masih sangat kurang, sehingga database kependudukan menjadi tidak valid. Untuk itu, diperlukan anggaran yang sangat besar terutama daerah-daerah dengan PAD yang minim. Masih kurangnya pemahaman terhadap teknologi informasi, sehingga pengolahan data masih bersifat manual.Tantangan terberat dalam mengelola kependudukan justru sekarang ini berada di tangan pusat (Depdagri) khususnya Dirjen Minduk sebagai pembuat kebijakan mengenai kependudukan. Karena dengan diberlakukannya SAK (sistem administrasi kependudukan) di mana salah satu komponennya adalak SIAK (sistem informasi administrasi kependudukan) adalah sistem informasi nasional yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di setiap tingkatan wilayah kependudukan, secara otomatis akan terjadi banyak perubahan di tataran aturan seperti perda, SK wali kota dan lain-lain. Yang menjadi pertanyaan, mengapa sampai saat ini pusat belum memberikan sistem dan perangkat lunak. Sehingga daerah dalam melaksanakan program kependudukannya menjadi serba salah, mau melangkah lebih jauh kendala aturan kalau menggunakan Simduk (sistem administrasi kependudukan) dianggap tidak legal. Daerah sepertinya dibiarkan melaksanakan SIAK sendiri-sendiri, padahal kalau melihat blue print, SIAK dengan on line dan diperkenalkannya NIK secara nasional akan sangat membantu untuk mendata terjadinya setiap peristiwa kependudukan seperti lahir, mati, pindah dan datang. Dengan diberlakukan identitas tunggal secara nasional akan memudahkan mengadministrasikan penduduk. Sampai saat ini daerah-daerah masih banyak menggunakan Simduk bahkan ada yang masih manual dengan mesin tik tanpa menggunakan database. Dari kacamata kebijakan publik pelayanan administrasi kependudukan oleh masyarakat masih dianggap rendah akuntabilitasnya, responsivitas, dan efisiensinya. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya keluhan masyarakat terutama menyangkut masih lama proses dan biaya yang dibebankan lebih dari yang distandarkan. Untuk menjawab keluhan dari masyarakat tersebut perlu ada perubahan mengenai peraturan. Kalau memungkikan ada hukuman bagi yang melanggar seperti denda yang cukup besar sehingga peraturan kependudukan tidak dipandang sebelah mata. Pelanggaran terbesar terjadi adalah adanya pindah datang yang tidak dilaporkan, kepemilikan KTP ganda maupun pemalsuan KTP dan KK. Khusus untuk dokumen kependudukan kalau memungkinkan dilaksanakan dengan metode biaya bertingkat, yaitu kalau mau cepat pengenaan biayanya lebih besar dibandingkan kalau dalam kondisi normal, sehingga memperkecil peluang KKN antara petugas dengan masyarakat. Hal itu sangat dimungkinkan dengan penggunaan sistem yang baik dan komputerisasi di seluruh pelayanan. Inovasi pelayanan juga perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik, seperti untuk perpanjangan KTP, bagi KTP yang habis masa berlakunya hanya perlu datang ke TPDK (tempat perekaman data kependudukan) membawa KTP lama, rekam sidik jari dan langsung difoto, sehingga bisa mengurangi rentang panjang birokrasi. Tetapi untuk memberikan tingkat kepastian mereka yang menggunakan price grade berhak menerima denda dari keterlambatan penyelesaian dokumen kependudukan. Sehingga pelayanan ke depan benar-benar sesuai dengan harapan masyarakat. (Sumber : google.com/balipost-online)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

Menggagas Arah Baru Kebijakan Kependudukan Indonesia

Salah satu tujuan pengelolaan kependudukan adalah agar masyarakat merasa nyaman untuk hidup dan bertempat tinggal di suatu kawasan. Semakin padat dan “tidak teratur” suatu kawasan tempat tinggal, seperti semakin padatnya jumlah penduduk atau terlalu tingginya pertumbuhan penduduk maka akan berpengaruh terhadap standar hidup masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Premis ini muncul karena diakui atau tidak pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia, baik yang disebabkan angka kelahiran maupun angka migrasi ternyata cukup tinggi, sementara akses masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar mereka semakin hari semakin menipis.

Ketidakselarasan pertumbuhan jumlah penduduk dengan akses pemenuhan kebutuhan dasar inilah yang menjadi penyebab paling serius terha-dap penurunan kualitas hidup manusia. Lalu, dimanakah letak penting pemikul tanggung jawab dari persoalan ini? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya mulai kita telaah satu persatu ruang lingkup permasalahan dari problem kependudukan di Indonesia secara umum.

Secara sepintas sudah disebutkan bahwa pengkajian pada persoalan kependudukan selama ini kerap berkutat pada masalah pokok yang berdimensi demografis, yaitu fertilitas (kelahiran), morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), dan mobilitas (migrasi). Sementara dimensi lain yang berdimensi kebijakan dan juga pengaruh lain berupa tuntutan ke arah pemberdayaan perempuan (terkait dengan hak reproduksi dan pertumbuhan generasi) dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) masih kurang mendapat perhatian yang serius. Ini mengakibatkan adanya suatu kecenderungan berpikir dan berperilaku di masyarakat yang tidak peka bahwa pertumbuhan penduduk sangat terkait erat dengan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.

Kebijakan yang Visioner

Dengan menelaah persoalan mendasar mengenai kependudukan itu, maka mau tidak mau tuntutan terhadap perubahan atau optimalisasi kebijakan menjadi penting. Ini disebabkan oleh keberadaan pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi dari pengelolaan kependudukan di Indonesia sekaligus menjadi penentu perubahan kehidupan kualitas hidup masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kebijakan kependudukan yang diusung memang sebaiknya merupakan kebijakan yang lebih visioner, dalam arti melihat bentuk, implementasi, dan implikasi kebijakan yang selaras dengan kondisi kehidupan masyarakat kekinian.

Di samping itu, dengan pembagian wewenang pengelolaan kepemerintahan antara pusat dan daerah, maka juga diperhatikan sejauhmana keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani persoalan kependudukan itu. Ini juga berarti bahwa kebijakan kependudukan yang seragam berlaku di seluruh wilayah Indonesia perlu dikaji-ulang karena kondisi dan konteks kehidupan masyarakat sangat tergantung pada dimensi lokalitasnya masing-masing. Paling tidak, terdapat lima hal penting yang harus diperhatikan dalam memformulasikan arah kebijakan kependudukan yang visioner.

Pertama, misi kebijakan yang dituangkan dalam program-program kependudukan tidak lagi ditujukan pada target-target yang berdimensi kuantitatif semata-mata, seperti keharusan pencapaian penurunan angka fertilitas tanpa memerhatikan sisi kualitatif, yaitu suara-suara dari masyarakat yang bersangkutan. Jika tujuannya adalah target penurunan angka fertilitas secara kuantitatif, maka implementasi program di lapangan dikuatirkan akan dilakukan dengan cara-cara yang tidak simpatik. Karena dalam hal ini yang dipentingkan adalah target, bukan pada prosesnya.

Kedua, perlunya keterlibatan masyarakat dalam mencapai sasaran program kependudukan. Selama ini, sangat sedikit di antara warga masyarakat yang mengerti informasi kebijakan dan program kependudukan. Informasi dalam bentuk data, produk kebijakan seperti peraturan hukum masih terbatas dikuasai dan dimengerti oleh kalangan terbatas seperti sebagian aparat pemerintah, sebagian akademisi, dan sebagian LSM. Misalnya, adanya undang-undang tentang administrasi penduduk, atau peraturan menteri tentang pengelolaan kependudukan yang profesional hampir tidak dimengerti oleh khalayak luas, apalagi pada tingkat implemetasinya di lapangan. Untuk hal yang sederhana saja seperti mengurus surat-surat administrasi penduduk, masih banyak masyarakat yang sulit untuk mendapatkan aksesnya. Di sisi lain, ketersediaan informasi yang terbuka juga sebenarnya bisa dipakai oleh berbagai perusahaan yang ingin melakukan investasi. Tetapi keterbatasan informasi itu terkadang mempersulit investor untuk mengambil keputusan secara tepat.

Ketiga, perlunya memperjelas dan mempertegas fungsi kelembagaan dalam pengelolaan kependudukan. Misalnya, bagaimana sinergitas antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pengelolaan kependudukan juga tampaknya belum memadai. Sinergitas secara kelembagaan akan sangat memengaruhi kebijakan dan pembentukan program-program di masyarakat.

Keempat, pemisahan wewenang pengaturan pemerintahan di tingkat pusat dan daerah tidak semestinya membuat perumusan program-program di bidang pengelolaan kependudukan menjadi tumpang tindah, atau sebaliknya malah tidak sinergis sama sekali. Pemisahan wewenang itu seharusnya bisa memunculkan suatu keserasian kebijakan antara keduanya. Artinya, mana yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat dan mana yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah seharusnya juga menjadi sasaran dari perubahan kebijakan kependudukan di Indonesia. Sampai saat ini, masih sangat jarang terdengar adanya pemerintah daerah yang memiliki suatu blue-print atau perencanaan yang matang dalam mengelola kehidupan penduduk di daerahnya masing-masing. Dinas-dinas yang seharusnya bisa dimaksimalkan dalam membantu mengurangi fertilitas, morbiditas, dan mortalitas misalnya, juga belum menampakkan kematangan perencanaan itu.

Kelima, seiring dengan semakin cepatnya perubahan kehidupan dalam iklim global dan juga tuntutan terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM, maka isu-isu strategis seperti perempuan, penduduk usia lanjut, kemiskinan, dan penduduk pedesaan perlu mendapat prioritas. Prioritas tersebut bisa menjadi tolok-ukur dari keberhasilan kebijakan kependudukan di masa kini terutama dalam percepatan arus globalisasi yang sulit terbendung.

Akhirnya, meskipun kelima poin gagasan dasar kebijakan kependudukan tersebut perlu dilakukan, terdapat syarat mendasar lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu pemantapan kualitas sumberdaya manusia perumus, pelaksana, dan pengawas kebijakan, termasuk juga menanamkan pengetahuan dan kesadaran bagi masyarakat mengenai pentingnya mengelola kehidupan mereka sendiri. Jika tidak, maka sebagus apapun kebijakan dibuat, maka ia tidak akan menghasilkan apapun dan tidak akan mengubah kehidupan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.

(Sumber : gemari.or.id)

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati