Distribusi dan Impor Film Pemerintah Akan Atur

Pemerintah dipastikan akan mengatur secara rinci mengenai ketentuan distribusi dan impor film diberbagai bioskop di seluruh Indonesia. Hal ini sejalan dengan draft rancangan undang-undang (RUU) perfilman yang baru menggantikan UU No 8 tahun 1992.


Berbagai reaksi semakin menguat sejalan dengan target disahkannnya RUU tersebut pada tangggal 1 September 2009.

Pelaku usaha bioskop yang tergabung dalam Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) merasa terancam menyusul akan diberlakukan undang-undang tersebut, sedangkan para pelaku usaha bioskop daerah justru menyambut gembira.

Ketua Umum Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan ketentuan tata edar perfilman sebagai bentuk peran pemerintah yang terlalu mencampuri usaha perfilman khususnya bioskop.

"70% dari draft RUU perfilman tidak ada korelasi dengan kontekstual dengan industri perfilman, pemerintah terlalu mencampuri, misalnya distribusi mau diatur, sesuai dengan kesetaraan dan berakeadilan," keluhnya saat dihubungi detikFinance Minggu (9/8/2009)

Pengaturan ini, kata dia, akan mengganggu usaha perbioskopan yang selama ini tidak dikenakan peraturan tata edar. Selain itu, dampaknya terhadap pertumbuhan bioskop akan mundur, bahkan kata dia ketentuan tata edar itu akan merepotkan produser karena akan direpotkan dengan kewajiban-kewajiban.

"Ada sanksi pidana jika melanggar, kayaknya serem sekali ada ancaman penjara 1 tahun denda Rp 1 miliar," katanya

Ia menegaskan secara ketentuan impor, menurutnya tidak ada masalah karena saat ini film lokal sudah mendominasi. Dikatakannya dari 680 layar dari 240 gedung bioskop di Indonesia porsi film asing semakin susut. Misalnya dari tahun lalu jumlah film asing mencapai 180 film namun yang diambil dan diputar hanya 70 film.

Ditempat terpisah salah seorang pegusaha bioskop di daerah, Soetiono mengatakan pengusaha bioskop di daerah sangat mendukung RUU Perfilman tersebut, diantaranya mengenai aturan tata edar film nasional maupun impor.

"Peraturan tersebut dibutuhkan agar pengusaha bioskop di daerah memiliki kesempatan berusaha yang setara dengan pengusaha bioskop berjaringan nasional yang ada di kota-kota besar," kata Soetiono.

Dikatakannya, Peraturan sejenis dulu juga pernah diberlakukan berupa SK Perfin yang mengatur agar film nasional yang tayang pertama di Jakarta, pada minggu ke-2 atau ke-3 sudah wajib ditayangkan oleh bioskop-bioskop di daerah. Namun semenjak Departemen Penerangan dibubarkan maka SK Perfin tersebut tidak berlaku lagi.

These icons link to social bookmarking sites where readers can share and discover new web pages.
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google
  • Furl
  • Reddit
  • Spurl
  • StumbleUpon
  • Technorati

0 comments